Terjadi Aksi Pengeroyokan Mahasiswa Katolik, GP Ansor Tangsel : Jaga Persaudaraan dan Persatuan
"Kami menyesalkan terjadinya kejadian seperti ini di Tangsel, Kota yang menjadi rumah berbagai entitas agama dan suku. Tangsel yang selama ini aman dan kondusif bisa terjadi kejadian seperti ini," ungkap Imam, melalui sambungan selulernya, Senin 06 Mei 2024.
Ia berharap, kepada pemerintah kota, jajaran Polres, dan Kementerian Agama Tangerang Selatan untuk lebih aktif. Dalam melakukan pembinaan toleransi dan keberagaman. Guna menciptakan kerukunan antar umat beragama di Tangerang Selatan.
"Kami juga meminta Pemerintah Kota, Polres dan Kemenag Tangsel untuk lebih aktif dalam pembinaan toleransi dan keberagaman di masyarakat agar tercipta kerukunan antar umat beragama," tegas Imam.
Selain itu, Imam juga mengingatkan, untuk melakukan evaluasi kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang seharusnya melakukan pembinaan dan langkah yang preventif. Sehingga, kejadian seperti hal ini tidak terjadi di kemudian hari.
"Perlu dilakukan evaluasi terhadapa FKUB Tangsel terkait posisi FKUB untuk melakukan pembinaan yang seharusnya bisa menjadi langkah preventif untuk menghindari kejadian seperti ini," kata Imam.
Imam juga berharap, kepada semua pihak untuk meredam dan menahan diri agar konflik tidak meluas. Menjaga kondusifitas lingkungan dengan mengutamakan kemaslahatan. Saling memaafkan dan menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib yang memiliki kewenangan.
"Kami meminta kepada kedua belah pihak untuk bersama-sama menahan diri dan saling memaafkan agar konflik ini tidak meluas," pungkas pria jebolan UIN Jakarta ini.
Kendati demikian, GP Ansor Tangerang Selatan berkomitmen menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Pihaknya pun membuka diri kepada semua pihak untuk melakukan mediasi dan mendampingi kedua belah pihak, dengan mengutamakan prinsip kemaslahatan bersama.
Hal senada disampaikan oleh Ketua LBH GP Ansor Tangerang Selatan, Dr. Suhendar , SH., MH., Ia mengingatkan kepada pihak-pihak terkait untuk menahan diri dan menghindari tindakan yang akan memperkeruh keadaan.
"Sebab hal ini menyangkut isu SARA, oleh karenanya harus bijaksana meresponnya, jika tidak maka berpotensi memecah belah bangsa," kata Suhendar.
Segala bentuk perbedaan, kata dia, adalah kondisi final yang harus bisa diterima. Sebab Indonesia adalah majemuk, dan berdasarkan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika.
"Untuk dan atas nama apapun, tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri, melakukannya adalah perbuatan melanggar hukum," imbuh Suhendar.
Ia mengingatkan kepada pihak berwenang untuk mendudukkan masalah dengan seutuhnya. Mencarikan solusi untuk senantiasa menjaga persaudaraan yang sudah dibangun. Dan menjaga persatuan antar sesama umat beragama.
"Kita sebagai warga bangsa berkewajiban untuk menjaga persaudaraan dan persatuan antar sesama umat beragama," tandas Dosen Hukum Universitas Pamulang ini.
Post a Comment