Menghilangkan Hak Demokrasi Dengan Merubah Sistem Pemilihan (Aklamasi)
Ipay, Kab. Bogor || Hak Demokrasi bagi masyarakat menyampaikan aspirasinya untuk memilih / dipilih secara langsung umum, bebas dan rahasia (luber). Bisa sirna tergantikan oleh rancangan sistem aklamasi
Perubahan sistem demokrasi menjadi aklamasi dapat mengakibatkan, hilang nya hak politik untuk memilih dan dipilih seseorang sebagai warga negara yang dijamin Undang - Undang Dasar (UUD) 1945.
Hak untuk memilih dan dipilihnya setiap warga negara pada dasarnya itu telah dilindungi oleh Konstitusi dan termaktub didalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat 1 menjamin persamaan hak politik warga negara.
Segala warga negara sama kedudukan nya di dalam Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya dan hal tersebut juga diatur di Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam UU Pemilu menjamin persamaan hak memilih bagi setiap warga negara. Selama empat kali amandemen, pasal tersebut tetap dipertahankan tidak ada perubahan sama sekali.
Meski demikian, UU Pemilu tetap harus mengatur ketentuan administratif agar pelayanan terhadap termasuk hak untuk memilih bisa berjalan dengan baik serta sesuai dengan aturan.
Dalam praktik, ketentuan administratif tersebut jika tidak diterapkannya secara berhati - hati berpotensi menghilangkan hak warga negara untuk memilih yang bisa menimpa ke kelompok masyarakat rentan.
Yaitu sejumlah warga negara dalam kondisi sosial dan budaya tertentu yang memiliki kesulitan khusus, mengakses proses pendaftaran pemilih maupun pemungutan suara.
Merujuk kepada UU Pilkada di pasal 178 "Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
Paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Dugaan penghilangan hak memilih dan dipilih terjadi diwilayah Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan cara merubah sistem Pemilihan Demokrasi menjadi Aklamasi.
Hal tersebut dialami langsung oleh Leo, seorang Calon Ketua Rukun Tetangga (RT) digugurkan oleh Panitia Pemilihan secara sepihak tanpa keterangan yang formal.
"Seluruh persyaratan berkas sudah saya masukan diakhir waktu pendaftaran dan semuanya sudah diterima oleh panitia. Namun karena uang pendaftarannya itu masih kurang seratus ribu rupiah saya di - gugur - kan menjadi Calon Ketua RT.
Total untuk biaya pendaftarannya yang diminta Panitia sebesar 500 ribu rupiah, uang saya yang masuk pertama itu 200 sisanya saya bayarkan diakhir, namun karena kurang 100 ribu uang itu ditolak oleh Panitia," ujarnya.
Dengan adanya penolakan tersebut Leo mencoba untuk bernegosiasi, meminta keringanan mengingat sedang tidak ada duit, namun waktunya mepet pada akhir waktu pendaftaran.
"Kebetulan pada saatnya itu saya belum ada uang sehingga saya nego kepada panitia untuk memohon keringanan dari kekurangannya yang 100 ribu rupiah.
Namun permohonan yang saya ajukan ditolak oleh panitia dengan alasan kebutuhan RABnya minus dari yang seharusnya itu sebesar 1.300 ribu rupiah," ungkapnya.
Atas adanya penolakan Panitia, secara otomatis Leo kehilangan haknya untuk memilih dan dipilih sebagai Calon Ketua RT ditempat tinggalnya.
"Tanpa adanya pemberitahuan tentang tidak lolosnya saya sebagai Calon Ketua RT, Panitia melalui group wa langsung mengumumkan pemilihannya secara aklamasi.
Pemilihan aklamasi diselenggarakan di Majlis Ta'lim yang digelar panitia dihadiri oleh BPD wilayah, RW tanpa kehadiran Kadus," ucapnya.
Dari peristiwa tersebut Leo menyangkan terjadi ditempat tinggalnya dan itu tidak sesuai dengan keinginan di masyarakat yang mengharapkan adanya Pemilihan secara Demokrasi.
"Ini semua sudah saya sampaikan pada Kepala Desa Cemplang Ibu Hajjah Odah dan sesuai keterangan dari BPD wilayah sistem pemilihan itu sesuai aturan.
Baik itu aturan dari undang-undang dan aturan dibawahnya termasuk Peraturan Desa serta panitia berkerja berdasarkan SK dari Kepala Desa," pungkasnya.
Sampai dengan berita ini ditayangkan, mengingat hari libur nasional, seluruh stakeholder belum dikonfirmasi sebagai keseimbangan informasi yang objektif.
Post a Comment